Senin, 16 Maret 2009

‘AWATARA DALAM HINDU”
Dalam ajaran Agama Hindu, Kalki (juga disalin sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara kesepuluh dan Maha Avatāra (inkarnasi) terakhir Dewa Wisnu Sang pemelihara, yang akan datang pada akhir zaman Kali Yuga ini (zaman kegelapan dan kehancuran). Kata Kalki seringkali merupakan suatu kiasan dari “keabadian” atau “masa”. Asal mula nama tersebut barangkali berasal dari kata “Kalka” yang bermakna “kotor”, “busuk”, atau “jahat” dan oleh karena itu Kalki berarti “Penghancur kejahatan”, “Penghancur kekacauan”, "Penghancur kegelapan", atau “Sang Pembasmi Kebodohan”. Dalam bahasa Hindi, kalki avatar berarti “inkarnasi hari esok”.
Berbagai tradisi memiliki berbagai kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan mengapa Kalki Awatara muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki Awatara yaitu beliau adalah Awatara yang mengendarai kuda putih (beberapa sumber mengatakan nama kudanya “Devadatta” (anugerah Dewa) dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan iblis Kali, kemudian menegakkan kembali Dharma dan memulai zaman yang baru.Salah satu sumber yang pertama kali menyebutkan istilah Kalki adalah Wisnu Purana, yang diduga muncul setelah masa Kerajaan Gupta sekitar abad ke-7 sebelum Masehi. Wisnu adalah Dewa pemelihara dan pelindung, salah satu bagian Trimurti, dan merupakan penengah yang mempertimbangkan penciptaan dan kehancuran sesuatu. Kalki juga muncul di salah satu dari 18 kitab Purana yang utama, Agni Purana. Kitab purana yang memuat khusus tentang Kalki adalah Kalki Purana. Di sana dibahas kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa Kalki muncul.



Awatara atau Avatar (Sansekerta: avatāra, baca: awatara) dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang saleh.
Kresna sebagai perantara Tuhan Yang Maha Esa dalam Bhagawad Gita bersabda:
"Yadā yadā hi dharmasya, glānir bhavati bhārata,
abhyutthānam adharmasya tadātmanam,
srjāmy aham paritrānāya sādhūnām
vināśāya ca duskrtām dharma samsthāpanarthāya sambavāmi yuge yuge" (Bhagavad Gītā, 4.7-8).
Arti: manakala kebenaran merosot dan kejahatan merajalela, pada saat itulah Aku akan turun menjelma ke dunia, wahai keturunan Bharata (Arjuna)
untuk menyelamatkan orang-orang saleh dan membinasakan orang jahat dan menegakkan kembali kebenaran, Aku sendiri menjelma dari zaman ke zaman
Dalam Agama Hindu mengenal adanya Dasa Awatara (sepuluh awatara Dewa Wisnu) yang sangat terkenal di antara Awatara-Awatara lainnya. Dasa Awatara adalah sepuluh Awatara yang diyakini sebagai penjelmaan material Dewa Wisnu dalam misi menyelamatkan dunia. Dari sepuluh Awatara, sembilan diantaranya diyakini sudah pernah menyelamatkan dunia, sedangkan satu di antaranya, Awatara terakhir (Kalki Awatara), masih menunggu waktu yang tepat (konon pada akhir Kali Yuga) untuk turun ke dunia. Kisah-kisah Awatara tersebut terangkum dalam sebuah kitab yang disebut Purana.
Matsya Awatara, sang ikan, muncul saat Satya Yuga
Kurma Awatara, sang kura-kura, muncul saat Satya Yuga
Waraha Awatara, sang babi hutan, muncul saat Satya Yuga
Narasimha Awatara, manusia berkepala singa, muncul saat Satya Yuga
Wamana Awatara, sang orang cebol, muncul saat Treta Yuga
Parasurama Awatara, sang Rama bersenjata kapak, muncul saat Treta Yuga
Rama Awatara sang ksatria, muncul saat Treta Yuga
Kresna awatara putra Wasudewa, muncul saat Dwapara Yuga
Buddha Awatara pangeran Siddharta Gautama, muncul saat Kali Yuga
Kalki Awatara sang pemusnah, muncul saat Kali Yuga





Penggambaran Awatara Pada Wujud Wisnu

Kepala tiap-tiap Awatara ada pada, patung Dewa Wisnu.
Menurut kitab-kitab purana, tak terhitung banyaknya Awatara yang pernah turun ke dunia ini


Awatara tersebut tidak selamanya merupakan “inkarnasi langsung” atau “penjelmaan langsung” dari Sang Hyang Wisnu. Beberapa Awatara diyakini memiliki “jiwa yang terberkati” atau mendapat “kekuatan Tuhan” sebagai makhluk yang terpilih.
Menurut kitab-kitab purana, tak terhitung banyaknya Awatara yang pernah turun ke dunia ini. Awatara-awatara tersebut tidak selamanya merupakan “inkarnasi langsung” atau “penjelmaan langsung” dari Sang Hyang Wisnu. Beberapa Awatara diyakini memiliki “jiwa yang terberkati” atau mendapat “kekuatan Tuhan” sebagai makhluk yang terpilih.
Purusha Awatara: Awatara pertama Sang Hyang Wisnu yang mempengaruhi penciptaan alam semesta. Awatara tersebut yakni:
1. Vasudeva
2. Sankarshan
3. Pradyumna
4. Aniruddha.
Kāranodakaśāyi Vishnu (Mahā Vishnu): Wisnu yang berbaring dalam lautan penyebab dan Beliau menghembuskan banyak alam semesta (galaksi?) yang jumlahnya tak dapat dihitung (Bhagavadgita).

Garbhodakaśāyī Vishnu: Wisnu masuk ke dalam setiap alam semesta dan menciptakan aneka rupa;
Ksirodakasāyī Vishnu (Roh utama): Wisnu masuk ke dalam setiap makhluk dan ke dalam setiap atom.
Guna Awatara: Awatara-Awatara yang mengatur tiga macam aspek dalam diri makhluk hidup. Awatara-Awatara tersebut yakni:
Brahmā, pengatur nafsu dan keinginan (Rajas)
Wisnu, pengatur sifat-sifat kebaikan (Sattwam)
Çiwa, pengatur sifat kemalasan (Tamas)
Lila Awatara: Awatara yang sering ditampilkan dalam kitab-kitab Purana, seperti Dasa Awatara dan Awatara lainnya. Awatara tersebut turun secara teratur ke dunia, dari zaman ke zaman untuk menjalankan misi menegakkan Dharma dan menunjukkan jalan Bhakti dan Moksha.
Manwantara Awatara: Awatara yang diyakini sebagai pencipta para leluhur dari umat manusia di muka bumi. (lihat: Manu)
Shaktyawesa Awatara: ada dua jenis – 1)makhluk yang merupakan penjelmaan Wisnu secara langsung; dan 2)makhluk diberkati yang mendapatkan kekuatan dari Wisnu. Jenis tersebut memiliki jumlah yang besar, dan merupakan Awatara yang istimewa. Awatara jenis ini, misalnya saja Narada Muni atau Sang Buddha. Awatara jenis tersebut kadang-kadang dikenal dengan sebutan Saktyamsavatar, Saktyaveshavatar atau Avesha avatar. Awatara lain yang termasuk jenis kedua, misalnya Parashurama, yang mana Dewa Wisnu tidak secara langsung menjelma. Dalam jenis yang kedua tersebut, menurut Srivaishnavism, ada dua macam lagi, yakni: 1)Wisnu memasuki jiwa makhluk yang terpilih tersebut (seperti Parashurama); 2)Wisnu tidak memasuki jiwa secara langsung, namun memberikan kekuatan suci (misalnya Vyasa, penyusun Veda).
Awatara jenis kedua tersebut tidak dipuja sebagaimana mestinya Awatara yang lain. Hanya Awatara yang merupakan penjelmaan langsung yang kini sering dipuja, seperti Narasimha, Rama, dan Sri Krishna. Menurut aliran Waisnawa, Krishna merupakan Awatara yang tertinggi di antara Awatara yang lain. Namun, pengikut Sri Chaitanya (termasuk ISKCON), Nimbarka, Vallabhacharya memiliki filsafat berbeda dengan pengikut aliran Waisnawa, seperti Ramanuja dan Madhva dan menganggap bahwa Krishna merupakan kepribadian dari Tuhan yang Maha Esa, dan bukan seorang Awatara belaka. Dalam beberapa filsafat Hinduisme, tidak ada perbedaan dalam memuja Sang Hyang Wisnu ataupun Awataranya karena semua pemujaan tersebut akan menuju kepada-Nya.
Dalam kitab-kitab Purana, dikenal adanya 25 Awatara termasuk sepuluh Awatara yang terkenal. Awatara-Awatara tersebut merupakan penjelmaan Dewa Wisnu. Awatara-Awatara tersebut yakni:
Catursana (empat putra Brahmana)
Narada (sang orang bijak yang senang mengembara)
Waraha (sang babi hutan)
Matsya (sang ikan)
Yajna
Nara-Narayana (si kembar)
Kapila (sang pujangga) Dattatreya
Hayagriva (sang kuda)
Hamsa (sang angsa)
Prsnigarbha
Rishabha (ayah Raja Bharata)
Prithu
Narasimha (sang manusia-singa)
Kurma (sang kura-kura)
Dhanvantari (ayah dari Ayurweda)
Mohini (wanita cantik)
Wamana (orang cebol)
Parasurama (sang ksatria)
Ramachandra (Raja Ayodhya)
Vyasa (penulis Weda)
Balarama (kakak Krishna)
Krishna (sang gembala)
Buddha (Siddharta Gautama)
Kalki (sang penghancur)
Makna dan filsafat
Balarama (Baladewa), kakak Sri Kresna, berdiri di dekat sungai Yamuna. Bersenjata pembajak sawah sebagai lambang pertanian
Beberapa orang meyakini bahwa filsafat Dasa Awatara menunjukkan perkembangan kehidupan dan peradaban manusia di muka bumi. Setiap Awatara merupakan lambang dari setiap perkembangan zaman yang terjadi. Matsya Awatara merupakan lambang bahwa kehidupan pertama terjadi di air. Kurma Awatara menunjukkan perkembangan selanjutnya, yakni munculnya hewan amphibi. Waraha Awatara melambangkan kehidupan selanjutnya terjadi di darat. Narasimha Awatara melambangkan dimulainya evolusi mamalia. Wamana Awatara melambangkan perkembangan makhluk yang disebut manusia namun belum sempurna. Parashurama Awatara, pertapa bersenjata kapak, melambangkan perkembangan manusia di tingkat yang sempurna. Rama Awatara melambangkan peradaban manusia untuk memulai pemerintahan. Krishna Awatara, yang mahir dalam enam puluh empat bidang pengetahuan dan kesenian melambangkan kecakapan manusia di bidang kebudayaan dan memajukan peradaban. Balarama Awatara, Kakak Kresna yang bersenjata alat pembajak sawah, melambangkan peradaban dalam bidang pertanian. Buddha Awatara, yang mendapatkan pencerahan, melambangkan kemajuan sosial manusia.
Awatara yang turun ke dunia juga memiliki makna-makna menurut zamannya: masa para Raja meraih kejayaan dengan pemerintahan Rama Awatara pada masa Treta Yuga, dan keadilan sosial dan Dharma dilindungi oleh Sri Kresna pada masa Dwapara Yuga. Makna dari turunnya para Awatara selama masa Satya Yuga menuju Kali Yuga juga menunjukkan evolusi makhluk hidup dan perkembangan peradaban manusia.
Awatara-awatara dalam daftar di atas merupakan inkarnasi Wisnu, yang mana dalam suatu filsafat merupakan lambang dari takaran dari nilai-nilai kemasyarakatan. Istri Dewa Wisnu bernama Laksmi, Dewi kemakmuran. Kemakmuran dihasilkan oleh masyarakat, dan diusahakan agar terus berjalan seimbang. Hal tersebut dilambangkan dengan Dewi Laksmi yang berada di kaki Dewa Wisnu. Dewi Laksmi sangat setia terhadapnya.
Filsafat Catur Yuga yang merupakan masa-masa yang menjadi latar belakang turunnya suatu Awatara dideskripsikan sebagai berikut:
Satya Yuga dilambangkan dengan seseorang membawa sebuah kendi (kamandalu)
Treta Yuga dilambangkan dengan seseorang yang membawa sapi dan sauh
Dwapara Yuga dilambangkan dengan seseorang membawa busur panah dan kapak
Kali Yuga dilambangkan dengan seseorang yang sangat jelek, telanjang, dan melakukan tindakan yang tidak senonoh.
Jika deskripsi di atas diamati dengan seksama, maka masing-masing zaman memiliki makna tersendiri yang mewakili perkembangan peradaban masyarakat manusia. Pada masa pertama, Satya Yuga, ada peradaban mengenai tembikar, bahasa, ritual (yajña), dan sebagainya. Pada masa yang kedua, Treta Yuga, manusia memiliki kebudayaan bertani, bercocok tanam dan beternak. Pada masa yang ketiga, manusia memiliki peradaban untuk membuat senjata karena bidang pertanian dan kemakmuran perlu dijaga. Yuga yang terakhir merupakan puncak dari kekacauan, dan akhir dari peradaban manusia.
Selain awatara-awatara yang disebutkan dalam kitab-kitab Purana dan Veda, beberapa di antara orang India dan Hindu dianggap sebagai awatara oleh umat yang meyakininya. Mereka adalah orang-orang dengan kekuatan jasmani dan rohani yang luar biasa jika dibandingkan dengan manusia normal dan diyakini sebagai penitisan Tuhan atau manifestasinya. Mereka adalah:
Hans Ji Maharaj (1900–1966)
Jagadguru Kripaluji Maharaj (1922-sekarang) diyakini sebagai Awatara dari Sri Krishna dan Sri Caitanya Mahaprabu oleh pengikutnya.
Mahavatar Babaji Meher Baba (1894-1969) yang menyatakan bahwa beliau adalah awatara terakhir pada zaman Kali Yuga atau Awatara Penunggang Kuda Putih.
Bunda Meera (1960-sekarang) diyakini sebagai Awatara dari Adipara-Shakti
Narayani Amma (1976-sekarang) diyakini sebagai Awatara Narayani sejati
Sathya Sai Baba (1926-1929-sekarang) dianggap dan dipercaya sebagai awatara dari Siwa, Shakti, dan Krishna. Kebangkitannya diprediksi oleh Sai Sirdhi, yang berkata “Akan lahir seorang anak dengan nama ‘Narayana’ (kebenaran); selain itu diprediksi oleh Sang Buddha (Siddharta Gautama); Paus John XXIII; dan Nostradamus.
Shirdi Sai Baba (1838-1918) beberapa pengikutnya meyakini bahwa Beliau adalah awatara dari Datthatreya dan Siwa.
Sri Ramakrishna (1836–1886) dan Sri Sarada Devi (1853–1920). Ramakrishna pernah berkata kepada Swami Vivekananda: “Beliau yang disebut Rama dan Krishna sedang berada disini, di tubuh ini, Ramakrishna”. Sarada Devi, istri Ramakrishna, diyakini sebagai penjelmaan (Awatara) Dewi Kali.
Beberapa umat Hindu dengan kacamata universal juga meyakini bahwa beberapa tokoh-tokoh/nabi-nabi agama lain adalah awatara (inkarnasi Tuhan). Tokoh-tokoh tersebut yakni:
Adi Da (1939-sekarang) bergelar “Avatar Adi Da Samraj”.
Bahá'u'lláh (1817–1892) dipercaya sebagai Kalki Awatara.
Gautama Buddha (563-483SM-543SM) penyebar ajaran Buddha yang diyakini sebagai Awatara Wisnu kesembilan dari Dasa Awatara.
Jesus (4 SM-36) kini dikenal sebagai pemuka agama Kristen.
Mahavira (599 SM-527 SM) penyebar ajaran Jainisme.
Samael Aun Weor (1917-1977) dianggap sebagai Kalki Awatara sejati dan Buddha Maitreya.
Zoroaster (Zarathustra) nabi agama Zoroastrianisme.
Maha Avatāra

Matsya Awatara

Kurma Awatara

Waraha Awatara

Narasimha Awatara


Wamana Awatara

Parashurama Awatara

Rama Awatara

Krishna Awatara


Śruti:
Veda • Upanisad • Śrauta

Smrti:
Itihasa (Ramayana, Mahabharata, Bhagawad Gita) • Purana • Sutra • Agama (Tantra, Yantra) • Vedanta

Konsep: Awatara • Atman • Brahman • Kosa • Dharma • Karma • Moksha • Maya • Ista Dewata • Murti • Reinkarnasi • Samsara • Tatwa • Trimurti • Turiya • Guru

Filosofi:
Ajaran • Hindu Awal • Darshana • Samkhya • Nyaya • Vaisiseka • Yoga • Mimamsa • Vedanta • Tantra • Bhakti • Jnana • Karma Yoga

Ritual:
Jyotisha • Ayurveda • Aarti • Bhajan • Diksha • Mantra • Puja • Satsang • Stotra • Trisandya • Hari Raya Hindu • Yajña

Guru:
Shankara • Ramanuja • Madhvacharya • Ramakrishna • Sarada Devi • Vivekananda • Narayana Guru • Aurobindo • Ramana Maharshi • Sivananda • Chinmayananda • Sivaya Subramuniyaswami • Swaminarayan • Prabhupada • Lokenath • Sant Sri Asaramji Bapu • Sathya Sai Baba

Denominasi:
Waisnawa • Shaivisme • Shaktisme • Smartaisme • Reformasi Hindu

Mitologi:
Dewa-Dewi Hindu • Daftar Dewa Hindu • Peperangan dalam Hindu • Kosmologi Hindu

Yuga:
Satya Yuga • Treta Yuga • Dwapara Yuga • Kali Yuga

Kasta:
Brahmana • Ksatria • Waisya • Sudra • Dalit • Lihat pula: Warnashrama dharma

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Awatara"
Buddha sebagai Awatara Wisnu
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Langsung ke: navigasi, cari
Siddhartha Gautama

Sang Buddha memberi pelajaran tentang dharma kepada lima pertapa di taman rusa
Gelar sebagai Sang Buddha
Buddha sebagai Awatara Wisnu adalah sebuah konsep dalam agama Hindu yang dimaksudkan untuk menghormati sang Buddha, Siddhartha Gautama, pendiri agama Buddha. Buddha Awatara atau sang Buddha merupakan seorang tokoh penting yang muncul dalam kitab Purana (Susastra Hindu) sebagai Awatara kesembilan dari Dasa Awatara Dewa Wisnu. Dalam Bhagavata Purana, beliau disebut sebagai Awatara kedua puluh empat dari dua puluh lima Awatara Wisnu. Kata Buddha berarti “Dia yang mendapat pencerahan”. Buddha Awatara terlahir sebagai putera mahkota Raja Suddhodana di sebuah kerajaan Hindu bernama Kapilawastu di India Utara (sekarang merupakan wilayah kerajaan Nepal) dengan nama Siddharta Gautama yang berarti “Dia yang mencapai segala hasratnya”.
Namun ajaran Siddhartha Gautama tidak menekankan keberadaan "Tuhan sang Pencipta" [1] dan konsekuenskinya, agama Buddha termasuk bagian dari salah satu mazhab nāstika (heterodoks, harafiah "Itu tidak ada") menurut mazhab-mazhab agama Dharma lainnya, seperti Dvaita. Namun beberapa mazhab lainnya, seperti Advaita, sangat mirip dengan ajaran Buddhisme, baik bentuk maupun filsafatnya.[2]
[sunting] Riwayat singkat Sang Buddha
[sunting] Pangeran Siddharta Gautama
Pangeran Siddharta Gautama lahir sekitar abad ketujuh sebelum Masehi (± tahun 623 SM) (2400 tahun yang lalu). Siddharta bukanlah anak biasa. Dalam usia yang sangat muda, Siddharta ahli dalam segala bidang pengetahuan, bahkan melampaui anak-anak yang sebaya dengannya. Selain itu ia rajin bermeditasi, sangat gagah dan tampan, dan selalu menjadi pemenang dalam setiap perlombaan. Pada usia muda ia dinikahkan dengan puteri Yasodhara. Ia kemudian memiliki seorang putera yang diberi nama Rahula.


Siddharta melihat empat hal yang akan mengubah hidupnya
Ayahnya, Raja Suddhodana, sangat menginginkan dia menjadi Maharaja Dunia, namun pikirannya dibayang-bayangi oleh ramalan petapa Kondanna yang mengatakan bahwa anaknya akan menjadi Buddha karena melihat empat hal: orang sakit, orang tua, orang mati, dan orang peminta-minta. Keempat hal tersebut selalu berusaha ditutupi olah ayahnya. Ia tidak akan membiarkan sesuatu yang bersifat sakit, tua, mati, dan peminta-minta dilihat oleh Siddharta.
Namun Siddharta memang sudah ditakdirkan untuk menjadi Buddha. Ramalan pertapa Kondanna menjadi kenyataan. Keinginan Siddharta untuk menjadi Buddha terlintas ketika ia melihat empat hal tersebut, orang tua, orang sakit, orang mati, dan peminta-minta. Keempat hal tersebut pula yang membuka pikirannya untuk mencari obat penawarnya. Akhirnya ia memutuskan untuk menjadi pertapa dan berkeliling mencari pertapa-pertapa terkenal dan mengikuti ajarannya, namun semuanya tidak membuat Siddharta puas. Akhirnya ia menemukan pencerahan ketika bertapa di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya pada malam Purnama Sidhi bulan Waisak.
Pemutaran roda Dharma
Ajaran Sang Buddha pertama kali diterima oleh lima orang bhiksu: Kondanna, Bhaddiya, Mahanama, Assaji, dan Vappa. Hari pemutaran roda Dharma yang pertama tersebut diperingati oleh umat Buddha sebagai hari suci Asadha. Setelah saat itu, makin lama makin banyak orang yang menjadi pengikut Beliau. Inti ajarannya terangkum dalam tiga baris syair yang diajarkan-Nya:
“Jangan berbuat kejahatan, perbanyak perbuatan baik. Sucikan hati dan pikiran, inilah ajaran para Buddha”.
Ajaran Siddharta Gautama atau Sang Buddha terkenal sebagai ajaran agama Buddha. Ajaran ini pula yang menjadi ajaran terpenting agama Buddha di seluruh dunia. Sang Buddha Parinirwana dalam usia delapan puluh tahun, pada bulan Waisaka purnamasidhi. Pada masa sekarang, hari kelahiran Beliau, hari Beliau mendapat pencerahan, dan hari Beliau Parinirvana, diperingati sebagai hari suci Waisak.
Buddha menurut umat Hindu
Dalam tradisi Hindu, Sang Buddha tidak memiliki posisi istimewa dalam Veda. Menurut kepercayaan umat Hindu, pada masa Kali Yuga, orang-orang mulai melupakan ajaran agama dan tindakan mereka melenceng atau tidak sesuai dengan Veda. Maka dari itu, Sang Buddha muncul untuk menyempurnakan kembali tindakan yang melenceng dari Veda dan menolak untuk menerapkan pengorbanan hewan.
Pada mulanya agama Buddha dianggap sebagai sebuah sekte oleh umat Hindu ketika ajarannya disebarkan di daratan India. Oleh umat Hindu, Siddharta sendiri dihormati dan diyakini sebagai salah satu penjelmaan (Awatara) Tuhan. Siddharta menolak diterapkannya lembaga kasta dan upacara-upacara dalam Veda, dan juga terdapat beberapa filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat Hindu, sehingga sekte yang didirikan Siddharta Gautama menjadi agama tersendiri.
Beberapa tokoh Hindu menganggap Buddha merupakan seorang tokoh yang memperbarui ajaran Veda. Dalam beberapa filsafat Hinduisme, Rama dan Krishna yang merupakan Awatara juga dipuja sebagai Dewa, namun Sang Buddha yang juga merupakan Awatara tidak dipuja dalam Hindu selayaknya Awatara yang lain.
oleh David Loy, National Univ. of Singapore (69-70): "The similarities between Mahayana and Advaita Vedanta have been much noticed; they are so great that some commentators conceive of the two as different stages of the same system. Curiously, both Shankara and his predecessor Gaudapada were accused of being crypto-Buddhists, while on the other side, Theravadins criticized Mahayana for being a degeneration back into Hinduism." Terjemahan: "Kemiripan antara Mahayana dan Advaita Vedanta seringkali diperhatikan; hal ini sungguhlah besar sehingga beberapa komentator menyatakan bahwa keduanya merupakan stadium berbeda dari sistem yang sama. Anehnya, baik Shankara maupun pendahulunya Gaudapada dituduh sebagai kaum kripto-Buddhis, sementara itu di sisi lain, kaum Theravada mengkritik Mahayana sebagai sebuah degenerasi kembali ke Hinduisme."
Bhagavata Purana, syair 1, bab 3
John Dowson, 1879, A Classical Dictionary of Hindu Mythology and Religion. Geography, History and Literature. (Lema Avātara)
E. Swarnasanti, 1991. Riwayat Hidup Bhuddha Gautama. Bandung: Penerbit Karaniya.
Ngakan Made Madrasuta, 1996. Saya beragama Hindu. Denpasar: Warta Hindu Dharma.
Buddha dalam Hinduisme
Buddha sebagai Awatara Dewa Wisnu (artikel ditulis oleh A. Seshan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar